search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kejaksaan Negeri Jembrana Hentikan Penuntutan Kasus KDRT Berdasarkan Keadilan Restoratif
Jumat, 24 Januari 2025, 21:29 WITA Follow
image

Kejaksaan Negeri Jembrana Hentikan Penuntutan Kasus KDRT Berdasarkan Keadilan Restoratif (dok)

IKUTI BERITAJEMBRANA.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITAJEMBRANA.COM, MENDOYO.

Kejaksaan Negeri Jembrana pada Jumat (24/1/2025) resmi menyerahkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan tersangka I Made Darmawan. 

Penyerahan SKP2 ini berlangsung di kantor Kejaksaan Negeri Jembrana, dipimpin oleh Plh. Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana sekaligus Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, I Wayan Adi Pranata, S.H., M.H., didampingi Jaksa Fasilitator Miranda Widyawati, S.H., dan Selma Nabillah, S.H.

Kasus ini bermula dari percekcokan rumah tangga yang terjadi di Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Insiden bermula ketika korban, NI Luh Gede Sriniasih, mencurigai garam yang berserakan di lantai rumah sebagai bagian dari upaya guna-guna.

Tersangka menjelaskan bahwa garam tersebut ditaburkan oleh mertuanya, I Wayan Budiasa, sebagai bentuk kepercayaan lokal untuk menolak bala karena cucu mereka sedang sakit dan sulit tidur.

Namun, penjelasan tersangka tidak diterima korban, sehingga terjadi adu mulut yang berujung pada tindakan kekerasan.

Dalam keadaan marah, tersangka memecahkan pot bunga di teras rumah dan melemparkan serpihan pot, genteng, serta sandal ke arah korban. 

Akibatnya, korban mengalami luka lecet di pipi kiri, mata kiri, serta memar di lengan atas kiri dan kanan.

I Wayan Adi Pranata menjelaskan bahwa penghentian penuntutan dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan penting.

“Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban tanpa syarat. Perdamaian ini juga mendapat dukungan dari tokoh masyarakat serta keluarga korban,” jelasnya.

Keputusan ini juga sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Selain itu, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan korban menyatakan tidak ingin perkara dilanjutkan ke pengadilan.

Dengan diterbitkannya SKP2, Kejaksaan Negeri Jembrana berharap dapat memberikan efek jera sekaligus memberikan kesempatan kepada tersangka untuk memperbaiki diri tanpa melalui proses persidangan. 

“Kami ingin menegakkan hukum dengan tetap mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan pemulihan hubungan sosial,” tambah I Wayan Adi Pranata.

Keadilan restoratif menjadi langkah penting dalam penyelesaian kasus ini, memberikan solusi yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memperbaiki hubungan sosial di antara pihak-pihak yang terlibat.

Dalam kasus ini, peran tokoh masyarakat, keluarga korban, serta dukungan dari kedua belah pihak menjadi kunci utama tercapainya kesepakatan damai.

Keputusan ini diharapkan dapat menjadi contoh positif dalam penerapan keadilan restoratif di Indonesia.

Editor: Aka Kresia

Reporter: Jimmy

Banner

Iklan Sponsor



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritajembrana.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Jembrana.
Ikuti kami