search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Begini Nasib Perajin Tikar Pandan di Negara Terdampak Pandemi
Jumat, 18 Februari 2022, 00:00 WITA Follow
image

beritabali/ist/Begini Nasib Perajin Tikar Pandan di Negara Terdampak Pandemi.

IKUTI BERITAJEMBRANA.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITAJEMBRANA.COM, NEGARA.

Perajin tikar pandan tetap mempertahankan nilai tradisi di Kabupaten Jembrana meski kesulitan menemukan bahan baku yang berduri di pinggir pantai ataupun kebun. 

Tikar pandan yang masuk dalam suku pandanaceae memiliki fungsi bunga jantan pandan yang sangat bagus bila dilestarikan terutama baik untuk pengharum ruangan, pakaian, dan minyak wangi. Bahkan, varietas buahnya dapat dimakan. Sedangkan daunnya dimanfaatkan membuat kerajinan topi dan tikar.

Perajin tikar pandan Ni Made Suartini (51) warga Banjar Puana, Desa Tegalbadeng Barat, Kecamatan Negara menceritakan sudah 40 tahun menggeluti usaha tikar pandan dari sejak sekolah dasar.

Hal ini dilakukan turun temurun hingga saat ini ia telah dikaruniai dua anak. Dimana yang pertama sudah bekerja, sedangkan anak kedua masih sekolah. 

"Bahan pandan dibeli dari pemilik tanaman pandan yang ada di Jembrana. Kemudian bahan dibersihkan durinya dan digulung setelah itu dijemur sampai kering. Kurang lebih 3 minggu, itu pun tergantung cerahnya sinar matahari," ujarnya.

Proses pengayamannya pun dilakukan secara tradisional. Dalam satu hari, ia bisa mengerjakan tikar pandan 2-3 lembar. Dengan ukuran panjang 1,5 meter dan lebar 1,25 meter. Harganya terbilang lumayan murah dan yang penting kualitas barang terjamin. Rata-rata pelanggannya banyak di Pasar Negara. 

"Yang sangat disayangkan pandemi Covid-19 ini justru pemesan tikar lontar menurun drastis. Karena jarang ada pesanan dan bahan juga sulit dicari. Karena banyak sekitar pinggiran pantai atau pinggir kali kini bahan pandan sulit mencari. Bahkan harga sebelum Pandemi Covid-19 itu satu tikar pandan 20 ribu rupiah, tapi kini dijual dengan banting harga cuman 10 ribu rupiah," katanya.

Meski demikian, Suartini mengaku tidak putus asa dengan tetap menjalani usaha demi menghidupkan keluarga, karena suaminya hanyalah pekerja serabutan. Ia tetap mensyukuri apa pun hasil yang ada karena ia anggap hidup adalah sebuah tantangan. 

"Harapan terutama untuk perajin tikar pandan agar pemerintah daerah juga ikut mendukung usaha ini. Sehingga gairah sebagai perajin tikar pandan mendapatkan angin segar dalam menjalankan usaha," pungkasnya.

Editor: Robby Patria

Reporter: Jimmy



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritajembrana.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Jembrana.
Ikuti kami