search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mengenal Gang Jamu di Banyubiru, 25 Warga Kompak Jual Jamu
Kamis, 26 Mei 2022, 00:00 WITA Follow
image

beritabali/ist/Mengenal Gang Jamu di Banyubiru, 25 Warga Kompak Jual Jamu.

IKUTI BERITAJEMBRANA.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITAJEMBRANA.COM, NEGARA.

Di Desa Banyubiru terkenal sebuah tempat yang disebut gang jamu karena saking melegenda dan tetap mempertahankan sisi tradisional berjualan jamu.

Bahkan bahan jamu selain dibeli juga memanfaatkan ruang halaman atau pekarangan di rumah. Meski tidak luas, namun bisa dimanfaatkan untuk menanam tanaman bahan baku jamu. Sedikitnya ada 25 orang yang berjualan jamu di lingkungan tersebut.

Salah satunya penjual jamu junjung, Riami, 70 tahun, di Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana menuturkan, mereka berjualan dengan cara menjunjung yang awalnya dari jamu gendong sejak 22 tahun. Tetangganya, bahkan ada yang sudah berjualan jamu 30 tahun. 

Jenis jamu tradisional yang ditawarkan mulai dari kunyit, kencur, dan bluntas, daun sirih dan temulawak. Semua dikerjakan secara tradisional baik dengan menumbuk bahan, kemudian direbus menggunakan kompor, tanpa menggunakan bahan pengawet serta pemanis buatan.

"Kami berjualan dari desa seberang, Desa Kaliakah hingga ke Sumbersari, Melaya, itu pun dijadwalkan bergantian dengan berjalan kaki dan sudah mempunyai pelanggan. Karena tidak bisa bersepeda, maka tetap dilakoni," ungkapnya belum lama ini. 

Setiap harinya, ia membuat 12 botol yang masing-masing per botol isinya 1,5 liter. Jika dijual per gelas dihargai 2 ribu rupiah. Pelanggan ada juga yang memesan per botol dengan harga 10 ribu rupiah. 

"Karena masih tradisional dan minim bahan bawaan maka hasil per hari kisaran 80 ribu rupiah," katanya.

Meski berjualan dari jam 8 pagi atau terkadang jika ke Melaya naik bus bisa berangkat jam 9.00 WITA, ia tetap mensyukurinya. Hingga kadang naik ojek kampung, menuju arah para pelanggan sambil berjalan kaki. Kemudian pulang jam 12.00 WITA istirahat dan jam 14.00 WITA lanjut berjualan di depan rumah lontong cantok. 

"Perlu kegigihan dan ulet menjalani hidup tanpa mengeluhkan nasib, lontong cantok dijual sebagai sampingan sambil mengolah bahan jamu. Bahan lontong dibuat sedikit hanya 2 kg. Hidup sendiri setelah 15 tahun ditinggal suaminya yang meninggal, tanpa anak. Sisa hidup dijalankan bersama para tetangganya, senasib berjualan jamu. Unik dan lahir rasa kebersamaan yang selalu terjalin," pungkasnya di sela-sela menawarkan jamunya.

Editor: Robby Patria

Reporter: Jimmy



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritajembrana.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Jembrana.
Ikuti kami